top of page

ESAI NARASI PERJUANGAN

  • Writer: Ahmad Raafi
    Ahmad Raafi
  • Aug 2
  • 6 min read

Updated: Aug 3


Sebuah kulminasi sekaligus awal dari sebuah perjuangan.
Sebuah kulminasi sekaligus awal dari sebuah perjuangan.

Oleh: Ahmad Raafi Nugroho

Profesi dokter merupakan salah satu profesi yang paling membanggakan dan dihormati di dunia. Hal ini tidak hanya karena kompleksitas ilmu yang dipelajari, tetapi juga karena tanggung jawab besar yang diemban dalam menjaga kesehatan dan kehidupan manusia. Menurut Med School Insiders, menjadi dokter memberikan rasa puas yang dalam karena dapat membangun koneksi personal terhadap pasien, bersifat menantang secara intelektual, serta berkesempatan untuk membantu orang lain secara langsung.¹ Selain itu, tingginya status sosial dan kestabilan kerja membuat profesi ini menjadi pilihan karier yang sangat dihargai di berbagai negara.²

Namun, bagi saya, motivasi untuk menjadi dokter tidak semata-mata berasal dari citra sosial atau prospek karir. Sejak kecil, saya telah hidup dalam lingkungan yang sangat dekat dengan dunia kesehatan. Ayah saya adalah seorang dokter, ibu saya lulusan sarjana keperawatan, dan nenek saya seorang bidan yang memiliki klinik kecil di rumahnya. Klinik tersebut menjadi tempat pertama saya mengenal dunia medis secara langsung. Sejak usia taman kanak-kanak, saya sering diajak berkunjung ke klinik nenek, menyaksikan berbagai aktivitas pelayanan kesehatan mulai dari persalinan, penanganan luka akibat kecelakaan kerja, hingga pemeriksaan kesehatan rutin.

Klinik tersebut sangat sederhana, namun mampu melayani banyak pasien dari berbagai latar belakang. Saya terkesan dengan bagaimana ayah dan nenek saya bekerja sama memberikan pelayanan yang penuh empati dan profesionalisme. Pengalaman ini menanamkan benih ketertarikan saya terhadap dunia medis. Saya mulai menyadari bahwa saya memiliki minat dan potensi dalam bidang sains, terutama biologi dan kesehatan, sejak usia belia. Ketertarikan ini terus berkembang seiring waktu, diperkuat oleh nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga.

Cita-cita yang selalu saya gaungkan semasa kecil yakni menjadi seorang dokter, perlahan mulai terwujud dalam satu kalimat yang sangat tidak pernah terbayangkan sebelumnya: “Ahmad Raafi Nugroho, selamat Anda lulus seleksi SNBP 2025 Jurusan Pendidikan Dokter Universitas Indonesia.” Tepat pada 18 Maret 2025, pengumuman itu menjadi titik puncak dari perjuangan panjang yang dimulai sejak kelas 10 SMA. Tidak pernah terbayangkan bahwa tiga tahun kemudian, saya akan menapakkan kaki sebagai mahasiswa FK UI, sebuah pilihan hidup yang tak bisa diulang, sebuah gelar yang diimpikan banyak orang.

Namun, jalan menuju FK UI bukanlah tanpa rintangan. Tantangan terbesar justru datang dari dalam diri sendiri dan ekspektasi orang tua. Saya pernah merasakan kegagalan saat tertolak oleh SMA favorit MHT. Di sanalah titik balik pertama saya dimulai. Saya merasa runtuh, lelah, dan burn out. Tapi Tuhan menempatkan saya di SMAN 68 Jakarta, tempat di mana saya mulai menyala dan mengeluarkan seluruh potensi.

Sejak hari pertama di SMAN 68, saya menetapkan satu tujuan: “Suatu saat saya akan menjadi mahasiswa FK UI 2025.” Dorongan itu berasal dari ibu saya yang berkata, “Kalau mau kuliah di dalam negeri, masuk FK UI saja, Nak.” Meski awalnya belum sepenuhnya yakin, tekad itu terus tumbuh seiring waktu. Saya menyibukkan diri dengan akademik, menjadikan nilai 100 sebagai rutinitas, dan menetapkan standar minimal yang tinggi untuk diri saya sendiri. Nilai di bawah 90 membuat saya merenung dan mempertanyakan diri, karena saya hanya ingin mendapat nilai sempurna demi membuat orang tua saya bangga.

Strategi belajar saya sangat dipengaruhi oleh gaya auditori dan lingkungan yang tenang. Tanpa ketenangan, saya tidak bisa belajar secara kondusif. Rutinitas saya pun ekstrem: pulang sekolah mengulang materi, bangun jam 2 pagi untuk belajar hingga fajar, dan terus mengulang siklus itu demi hasil terbaik. Kesehatan fisik sering terabaikan, tapi saya terus bertahan karena ada firasat kuat dalam diri saya: “Jangan menyerah.”

Tantangan terbesar datang saat semester 4, ketika nilai tertinggi bukanlah milik saya. Saya terkejut, merenung, dan merasa gundah. Tapi saya tidak menyerah. Justru itu menjadi titik balik kedua. Saya bertekad menjadi siswa terbaik nomor 1 di SMAN 68 Jakarta agar bisa lolos SNBP. Saya mulai berani mengambil risiko, tidak menunda tugas, aktif belajar, dan disiplin. Saya juga memperluas pencapaian di luar akademik: mengikuti lomba dan organisasi.

Minat saya dalam dunia riset sudah tumbuh sejak kelas 10, meski sempat gagal di KOPSI. Di kelas 12 semester 5, saya bertemu Hani dan Angel, dua siswi hebat yang menjadi rekan satu tim dalam ajang International Research Competition for Young Scientist (IRCYS). Bersama mereka, kami mengembangkan LITHIN, serum pelembab multifungsi dari lipid dan kitin larva BSF, sebuah proyek yang menggabungkan inovasi medis dan kelestarian lingkungan, selaras dengan program SDGs dari PBB.

Setelah seluruh usaha dan pengorbanan, kami meraih medali emas dalam kategori Theoretical Studies di IRCYS Bali, 13–14 Oktober 2024. Prestasi ini menjadi penentu utama yang mengantarkan saya sebagai siswa eligible nomor 1 di SMAN 68 Jakarta dan akhirnya lulus di FK UI melalui jalur SNBP 2025. Inilah perjalanan awal saya dalam memulai maraton di rimba kedokteran.

Dalam perjalanan saya menuju dunia kedokteran, saya tidak hanya ingin menjadi dokter yang kompeten secara klinis, tetapi juga seorang komunikator yang efektif dan berpengaruh secara sosial. Saya percaya bahwa seorang dokter ideal bukan hanya mampu mendiagnosis dan mengobati, tetapi juga mampu menyampaikan ilmu kesehatan secara jelas dan persuasif kepada masyarakat luas.

Studi dari BMC Public Health menunjukkan bahwa dokter yang memiliki pengaruh besar di media sosial dikenal sebagai “dokter influencer” dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam edukasi kesehatan masyarakat. Mereka mampu menyebarkan informasi medis yang akurat dan mudah dipahami, serta mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat secara konstruktif.³ Dalam era digital saat ini, peran dokter sebagai komunikator publik menjadi semakin penting, terutama dalam melawan misinformasi dan membentuk opini publik yang sehat.

Saya ingin menjadi dokter yang komunikatif, yang mampu menerjemahkan kompleksitas ilmu kedokteran ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh semua kalangan. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, saya berharap dapat menjadi jembatan antara ilmu medis dan masyarakat, serta mendorong gaya hidup sehat melalui edukasi yang inklusif dan berbasis bukti. Lebih dari itu, saya ingin menjadi dokter yang dapat menginspirasi generasi muda untuk peduli terhadap kesehatan, baik melalui praktik klinis, riset, maupun kontribusi di ruang publik. Saya percaya bahwa pengaruh positif seorang dokter tidak hanya terbatas di ruang praktik, tetapi juga dapat menjangkau jutaan orang melalui media sosial.

Untuk mewujudkan visi tersebut, saya telah menyusun rencana aksi yang terstruktur, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam tiga tahun pertama pendidikan kedokteran, saya menargetkan pengembangan diri melalui langkah-langkah konkret yakni, aktif dalam forum perkuliahan dan diskusi ilmiah, meraih IPK sempurna sebagai bukti dedikasi akademik, mendapatkan beasiswa prestasi, serta turut serta dalam perlombaan ilmiah dan penelitian dosen. Saya memandang langkah-langkah ini sebagai investasi awal yang akan membentuk karakter, kompetensi, dan jejaring profesional saya sebagai calon dokter.

Dalam jangka waktu 10–12 tahun ke depan, saya memiliki visi besar untuk menjadi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang tidak hanya kompeten secara klinis, tetapi juga inovatif dalam bidang riset dan pelayanan kesehatan. Saya ingin mendirikan klinik mandiri yang berfokus pada pelayanan kardiovaskular berbasis preventif dan edukatif, serta menghasilkan terobosan ilmiah yang aplikatif dalam praktik kedokteran. Saya juga berharap dapat berperan aktif dalam komunitas ilmiah dan profesional, baik nasional maupun internasional, untuk memperluas dampak dan kolaborasi lintas disiplin.

Melalui profesi dokter, saya ingin membawa perubahan nyata dalam cara masyarakat memandang dan merawat kesehatan mereka. Harapan saya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan pribadi, sehingga mereka terdorong untuk melakukan langkah preventif sebelum penyakit menyerang. Saya juga ingin menghilangkan stigma takut datang ke dokter, dan menggantinya dengan kepercayaan terhadap tenaga medis sebagai mitra dalam menjaga dan memulihkan kesehatan. Saya percaya bahwa dokter memiliki peran strategis dalam membentuk perilaku kesehatan masyarakat melalui pendekatan yang humanis dan edukatif.

Kepada teman-teman yang sedang berjuang untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Percaya akan kemampuan kalian dan bayangkan bahwa kalian adalah mahasiswa FK UI. Visualisasikan impian itu, persiapkan strategi dari awal hingga akhir, dan jangan pernah patah semangat untuk menjadi calon dokter yang bermartabat. Teruslah melangkah, just fake it until you make it, karena ketekunan dan konsistensi akan membawa kita lebih dekat pada cita-cita. Hal yang paling penting ialah, jangan lupa untuk selalu memohon restu dan ridho dari orang tua, terutama ibu kita tercinta, karena doa mereka adalah kekuatan yang akan menyertai setiap langkah perjuangan kita. Sekian sepenggal kisah dari saya, semoga bermanfaat dan menginspirasi.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Jubbal, K. The Most Rewarding Aspects of Becoming a Doctor. medschoolinsiders.com [Internet]. 2022 Sep 22 [cited 2025 Aug 02]; Available from: https://medschoolinsiders.com/pre-med/why-being-a-doctor-is-awesome/


  2. Serafimovska, N. 15 Reasons You Should Become a Doctor. careeraddict.com [Internet]. 2023, Apr 19 [cited 2025 Aug 02]; Available from: https://www.careeraddict.com/top-10-reasons-to-become-a-doctor


  3. Kaňková J, Binder A, Matthes J. Helpful or harmful? Navigating the impact of social media influencers’ health advice: insights from health expert content creators. BMC Public Health [Internet]. 2024 Dec 18 [cited 2025 Aug 2];24:3511. Available from: https://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-024-21095-3


 

 

 

 

 
 
 

Comments


Drop Me a Line, Let Me Know What You Think

Thanks for submitting!

© 2023 by Train of Thoughts. Proudly created with Wix.com

bottom of page